BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui tentang kelainan neonatus resiko tinggi yaitu mengenai ikterus.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian ikterus
2. Untuk mengetahui penyebab dari ikterus neonatus
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ikterus noenatus
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus neonates
5. Untuk mengetahui jenis ikterus dan penatalaksanaannya
BAB II
Tinjauan Pustaka
A.Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
B.PARAMETER
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir,tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus.yang tanda-tandanya sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5mg% per hari
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1mg%
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
2. Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
3) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)
4) Ikterus yang disertai oleh:
o Berat lahir <2000 gram
o Masa gestasi 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala
o Hipoglikemia, hiperkarbia
o Hiperosmolaritas darah
5) Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)
C.GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
D.ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan tertutup (hematom cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompabilitas darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia.
E.GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang paling nyata terlihat pada perubahan warna kulit dan sklera yang menjadi kuning.
F.EPIDEMIOLOGI
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
G.PATOFISIOLOGI
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa.
Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskesi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin.Dalam usus sebagian diarbsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorpsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebuh pendek (80–90hari), dan belum matangnya fungsi hepar. Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasienterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia.
Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar ( defisiensi enzim glukoronil transferase ) atau bayi menderita gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrahepatik.
H.DIAGNOSIS
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine,infeksiintranatal,dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian.
Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubn langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi.
Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, makamungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampaikadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah ( 10 – 15mg/dl)
I.DIAGNOSIS BANDING
Ikterus yang timbul 24 jam pertatama kehidupan mungkin akibat eritroblstosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemiahemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”.
Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
J. JENIS-JENIS IKTERUS NEONATURUM DAN PENATALAKSANAANYA
1. Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum.penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a. Inkompatibilitas rhesus
Sangat jarang di indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat karna 15% penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya menunjukan gajala-gejala klinik pada waktu lahir (15-20%).gejala klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari pertama,dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang berat pula.bila sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien(hidropsfoetalis).terapi yang ditujukan adalah dengan memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam serum agar tak menjadi kern ikterus.
b. Inkompatibilitas ABO
Akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah ABO.ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan bersifat ringan.bayi tidak tampak sakit,anemia ringan,hepar dan lien tidak membesar.ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari.kalau hemolisisnya berat seringkali dilakukan transfusi tukar darah untuk mencegah kern ikterus.pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
c. Penyakit hemolitik karna kelainan eritrosit konginetal
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gamabaran klinik yang menyerupai erotroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi.pada penyakit ini bisanya coombs test biasanya negatif.beberapa penyakit lain yang termasuk disini adalah : sterositosis kongenital,anemia sel sabit,eliptositosis herediter.
2.Ikterus obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar.akibat obstruksi maka terjadi penumpukan bilirubun tidak langsung.bila kadarnya melebihi 1mg% maka dicurigai menyebabkan obstruksi misalnya pada sepsis,hepatitis neonatorum,pielonefritis,obstruksi saluran empedu.penyakit lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktiva ialah atresia biliaris ekstrahepatika,kista duktus koledokus,fibrosis kistik pankreas,kelainan-kelainan duodenum adnya pankreas yang menghalangi pengeluaran bilirubin melalui duktus koledokus.perlu diperiksa apakah langsung atau tidak langsung dan apakah terdapat bilirubin dalam air kencing dan tinja.jika perlu lakukan pembedahan.
a.Hepatitis neonatal
Penyakit hepar pada masa bayi baru lahir disebabkan olrh infeksi maupun bukan infeksi.hepatitis neonatal yang idiopatis ini mencakup bayi-bayi yang menderita ikterus obstrukitiva tanpa tanda dan gejala klinis hepatitis virus.
• Gejala klinik
Akibat penumpukan bilirubin direk.ikterus dapat terjadi pada waktu lahir dengan peninggian kadar bilirubun direk pada darah umbilikus.biasanya terdapat hepatomegali dan splenomegali.obstruksi total bilirubin dapat terjadi yang ditanadai dengan feses yang akolis.diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati ditemukan hepatosis yang besarnya ireguler dan banyak ditemukan di sel datia.dan terdapat nekrosis dengan tanda-tanda peradangan .sel kupfer membengkak dan mengandung besi,pigmen empedu dan lipofuchsin (pada atresia biliaris) yang membedakan hanyalah proliferasi duktus biliaris portal hanya terdapat pada atresia biliaris.
• Pengobatan
Pengobatan khusus hapatitis neonatal tidak ada selain pengobatan suportif.prognosis penyakit ini tidak baik biasanya bayi akan meninggal karana sirosis biliaris.
b. Hepatitis virus
Ibu hamil dapat diserang oleh virus hepatitis A,B atau non A dan non B.pada hepatitis A transmisi transplasenta belum pernah dilaporkan dan hepatitis B atau non A dan non B sering terjadi.transmisi ini terjadi pada akhir kehamilan.pada infeksi akut transmisi ini terjadi pada postpartum bila ibu mendapat hepatitis B pada kehamilan,bayi dapat lahir dengan HB sAg yang psitif.transmisi terjadi melalui sekresi vagina,tetapi bisa juga dari ASI namun belum jelas.
• Gejala klinik
Bayi mendapat infeksi hepatitis B dari ibunya biasanya asimptoma gangguan fungsi hepar biasanya minimum.gejala klinis seperti ikterus dapat terjadi dan disertai pembesaran hepar.bayi ini akan menjadi pembawa kuman yang infeksius dan menjadi sumber penularan untuk yang lain.
• Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus yang perlu dilakukan pada ibu hamil yang HbsAg psitif bayinya perlu dilindungi sebagai berikut : segera setelah lahir bayi diberi suntikan HBIG dan langsung di vaksinasi dengan vaksin hepatitis B (selambatnya dalam waktu 2 jam),vaksinasi dilakukan 3kali denag interval 1 bulan atau sesuai dengan skema vaksinya digunakan.
3.Ikterus yang disebabkan oleh hal lain
Kadang kasus ini tidak dapat diterangkan dengan proses obstruksi.ikterus yang demikian biasanya menetap sesudah minggu pertama kehidupan dan bilirubin yang meningkat ialah bilirubin tidak langsung beberapa keadaan dapt pula menyebabkan ikterus neonatorum.
a. Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi untuk bilirubin,misalnya pada brestmilk jaundice pemakaian novobiosin
b. Hipoalbuminemia : bilirubin yang berbahaya ialah bilirubin yang tidak langsung tidak terikat pada albumin.bila ada hipoalbiminemia yang sering terdapat adlah bayi prematur maka bilirubin tidak langsung yang bebas meningkat
c. Adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan bilirubin tidak langsung pada albumin misalnya: sulfafurazole,salisilat,heparin.obat-obatan mempunyai afinitas yang besar pada bilirubin daripada bilirubun langsung.
d. Sindroma crigler-najjar ialah suatu penyakit herediter pada panyakitnya ini tidak terdapat atau sangat kurang terdapat glukosa transferase dalam hepar.
e. Ikterus karna late feeding.penundaan pemberian makanan pada neonatus terutama pada bayi prematur dapat menyebabkan intensitas ikterus fisiologik bertambah.
f. Asidosis metabolik apat menyebabkan naiknya kadar bilirubin tidak langsung ke\arna mengurangi kesanggupan albumin mengikat bilirubin.
g. Pemakian vit.K misalnya dalam bentu menaphtone dapat meneyebabkan hiperbilirubinemia kalau dosis melebihi 10 mg %
h. Ikterus yang berhubungan dengan hipotiroidismus.ikterus yang lama pada penyakit ini mungkin disebabkan oleh belum sempurnanya pematangan hepar.
4. kern ikterus
Ensefalopatia oleh bilirubin merupakan suatu hal yang sangat ditakuti sebagai komplikasi hiperbilirubinemia.gejala klinik kern ikterus adalah berupa ikterus yang berat,letargia,tidak mau minum,muntah-muntah,sianosis,opistotonus dan kejang.kadang gejala klinik ini ditemukan dan bayi biasanya meninggal karna serangan apnea tetapi pada bedah mayat ditemukan kern ikterus.
Kern ikterus diserati dengan meningkatnya kadar biirubin tidak langsung dalam serum .pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin melebihi 20mg % sering keadaan berkembang menjadi kern ikterus.pada bayi prematur batas yang dikatakan aman adalah 18mg % kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gr %.
Kadar albumin dalam darah dapat memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kern ikterus.sebaliknya pada neonatus yang menderita hipoksia,asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat terjadi walaupun kadar albumin kurang dari 16mg %.
Dengan cahaya matahari tak langsung (solar therapy) bertujuan untuk memecah bilirubin senyawa dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui urine dan feses.indikasinya adalah kadar bilirubin darah lebih dari 10mg% setelah atau sebelum dilakukannya transfusi tukar darah.dapat digunakan disamping pemberian makan dini dan pemberian plasma dan kalori yang cukup.
K. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPERBILIRUBINEMIA
Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia sampai saat ini cara-cara itu dibagi menjadi 3 cara:
1.Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
a. Early feeding : pemberian makan dini neonatus dapat mengurangi terjadinya Ikterus fisiologik pada neonatus,karna adnya dorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikelurkan sehingga enterohepati bilirubin berkurang.
b. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik,mekanismenya ialah menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepati.
c. Pemberian fenobarbital dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.khasiatnya mengadakan induksi enzim mikrosoma sehingga konjuasi bilirubin berlangsung lebih cepat.baik diberikan sesudah anak lahir maupun diberikan pada ibunya sebelum anak lahir dapat mencegah terjadinya ikterus fisiologik.
2.Mengubah bilrubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus misalnya dengan terapi sinar (phototerapy)
Dengan cahaya matahari tak langsung (solar therapy) bertujuan untuk memecah bilirubin senyawa dipirol yang nontoksik dan dikeluarkan melalui urine dan feses.indikasinya adalah kadar bilirubin darah lebih dari 10mg% setelah atau sebelum dilakukannya transfusi tukar darah.dapat digunakan disamping pemberian makan dini dan pemberian plasma dan kalori yang cukup.
Yang baik ialah terapi sinar.cremer (1958) melaporkan bahwa bayi penderita ikterus baiknya diberi sinar matahri lebih dari penyinaran yang biasa,ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan bayi yang tidak disinari.penyelidikan sarjan-sarjana lain seperti Lucey (1968), Gianta dan Rath (1968) dan lain-lain menunjukan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik.dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat 1 sampai 4mg % dalam 24 jam.
Bila terdapat kesulitan dalam melakukan penilaian atau pemeriksaan kadar bilirubin maka dapat digunakan ikterometer.yang terdiri dari bahan yang tembus cahaya dan mempunyai skala 1-5 yang dinyatakan dengan warna-warna.kalau bilirubin mencapai angka 3 pada ikterometer maka dibutuhkan kadar bilirubin yang sebenarnya walaupun penilaian ini agak kasar akan tetapi dengan mengawasi perkembangan intensitas ikterus.
Penentuan kadar bilirubin menurut cramer digunakan cara timbulnya ikterus ialah menurut aturan tertentu yaitu sefalokaudal karna itu ia membagi-bagi tubuh manusia dalam zona-zona tertentu dan menentukan kira-kira kadar bilirubinnya.jelas sekali walaupun penilai kadar bilirubin dengan kedua cara ini tidak diteliti tetapi dapat memberi gambaran mengenai intensitas ikterus manakala fasilitas tidak ada.
3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah yaitu dengan transfusi tukar darah.
Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus ialah transfusi darah.transfusi tukar darah pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta diberikan dalm kasus-kasus berikut :
• Indikasi
a. Diberikan pada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20mg %
b. Pada bayi prematur transfusi darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gr / 100ml.
c. Pada kenaikan yang cepat bilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama (0,3 – 1 % / jam).hal ini terutama pada inkompatibilitas golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung
e. Bayi menderita ikterus dengan kadar Hb.darh talipusat kurang dari 14 mg % dan coombs test langsung positif.
• Alat-alat yang diperlukan
a. Semprit 2 cabang
b. Dua buah semprit berukuran 5-10 ml yang berisi Ca-glukonat 10 % dan larutan heparin encer (2ml masing-masing 1000 U dalam 250 ml NaCL 0,9%)
c. Kateter polietilen kecil 15-20cm atau pipa lambung berukuran F5-F8
d. Bengkok dan botol kosong
e. Alat pembuka vena (vena seksi)
f. Alat resusitasi ,seperti oksigen,lariongoskop,ventilator,airway.
• Teknik
a. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam sebelumnya jangan diberi minum,bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus albumin 1 gr /kg BB atau plasma manusia 20 ml/kg BB)
b. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik
c. Awasi selalu tanda-tanda vital dan jaga agar jangan sampai kedinginan.
d. Bila talimpusat mesih segar,potong kurang lebih 3,5cm dari dinding perut bila talipusat sudah kering potong rata dengan dinding perut untuk mencegah bahaya perdarahan tali pusat,lalu buat jahitan laso dipangkal tali pusat.
e. Kateter polietilen diisi dengan larutan heparin kemudian salah satu ujungnya dihubungkan dengan semprit 3 cabang sedangkan ujung yang lain dimasukan dalam vena umbilikus sedalam 4-5cm.
f. Periksa tekanan pada vena umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan mengangkat kateter naik kurang lebih 6cm.
g. Dengan mengubah-ubah keran pada semprit 3 cabang,lakukan penukaran dengan cara mengeluarkan 20ml darah dan memasukan 20ml darah.demikian hingga berulang-ulang sampai jumlah total yang keluar adalah 190ml/kg BB dan darah masuk adalah 170ml/kg BB.selama proses pertukaran semprit harus sering dibilas dengan heparin.
h. Setelah darah masuk sekitar 150ml lanjutkan memasukan Ca glukonat 10% sebanyak 1,5ml dan perhatikan denyut jantung bayi.apabila lebih dari 100kali per menit waspadai adanya henti jantung. 16
i. Bila vena umbilikalis tak dapat dipakai maka gunakan vena safena magna kurang lebih 1cm dibawah ligamentum inguinal dan medial dari arteri femoralis.
• Perawatan setelah transfusi tukar darah:
a. Vena umbilikalis dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandainya masih diperlukan transfusi tukar lagi.kateter di umbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara steril.
b. Bayi perlu diberi antibiotika spektrum luas
c. Kadar Hb dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam
d. Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar.kalau perlu transfusi tukar darah dapat di ulang
4.ikterus pemberian ASI
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama dan (2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI.
• Metabolisme bilirubin
Penumpukan bilirubin merupakan penyebab terjadinya kuning pada bayi baru lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb) yang berada di dalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin.
Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek yang larut dalam lemak dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin. Di dalam hati bilirubin dikonyugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui saluran empedu di dalam dan di luar hati ke usus.
Di dalam usus bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin bersama bersama tinja. Apabila tidak ada makanan di dalam usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim di dalam usus yang juga terdapat di dalam air susu ibu (ASI), yaitu beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari dalam usus ke dalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh albumin dan kembali ke dalam hati. Rangkaian ini disebut sirkulus enterohepatik (rantai usus-hati).
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan.
Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
• bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
• posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
• berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
• bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
• jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.
• monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.
• Ikterus karena ASI
Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya.
Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus).
Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peran, yaitu :
• terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
• peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi glukoronid transferase di hati
• peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas ß glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.
• defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert
• Diagnosis ikterus karna ASI
Semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Orangtua dapat ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% bayi baru lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus karena ASI akan mengalami ikterus pula.
Beratnya ikterus bergantung pada kematangan hati untuk mengkonyugasi kelebihan bilirubin indirek ini.
Untuk kepastian diagnosis apalagi bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap diperah agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat dipastikan.Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada peningkatan kembali.
Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonyugasi bilirubin indirek yang berlebihan tersebut, sehingga apabila ASI diberikan kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun.
Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya.
• Tatalaksana
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja.
Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
2. dilakukan skrining hipotiroid
3. jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total.
Manajemen & penyimpanan ASI
Pada ikterus dini dan ikterus karena ASI diperlukan manajemen ASI yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI.
Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang ‘terpaksa’ harus menghentikan ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah:
1. ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya disimpan dalam lemari es.
2. ASI dapat disimpan selama 2 jam dalam lemari es dengan menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastic
3. ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa transportasi.
4. ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan.
5. Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan, ASI yang awal disimpan yang digunakan.
6. Jangan memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga jangan mencairkan ASI beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar mencair baru dihangatkan
Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara eksklusif sekalipun mengalami ikterus.
L.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
Penilaian Ikterus menurut Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg%
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg%
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg%
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki di bawah dengkul 12 mg%
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16 mg%
(Sarwono,2008)
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.
Penanganan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus (kadar bilirubin serum) jenis bilirubin,dan sebab terjadinya ikterus. Untuk mendaptkan peganagn yang baik,pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada timbulnya ikterus naiknya kadar bilirubin serum.
B.Saran
waspadai tanda dan gejala sedini mungkin anak mengalami ikterus,orang tua perlu perhatikan pada anak jika terjadi Dehidrasi/Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah),Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular,Trauma lahir:Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK Letargik dan gejala sepsis lainnya serta Petekiae (bintik merah di kulit).jika bayi dalam keadaan seperti ini maka orang tua perlu mencurigai akan tanda-tanda bahwa bayi mengalami ikterus dan segera konsultasikan ke dokter atau dokter spesialis anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ilmu Kebidanan 2007 edisi 3,Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bobak.2004.buku ajaran keperawatan maternitas.jakarta:EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Hamilton,P.M. 1995 . Dasar-dasar keperawatan maternitas .Jakarta :EGC
Helen Farrer RN RM . 1999. Perawatan maternitas. Jakarta : EGC